Sesuatu keberadaan itu berawal dari sebuah ketiadaan, namun sesuatu ketiadaan itu bisan kita ketahui melalu keberadaan itu, right. Seperti sebuah koin yang dua belah pihak itu saling berdampingan. Lalu pertanyaannya tidak berhenti disitu, apakah keberadaan itu dan apakah ketiadaan itu?. Orang-orang yang memiliki faham ateisme dan materialistis menjadikan pandangan ini untuk mengingkari keberadaan Tuhan, karena jika sesuatu yang tidak berawal itu terjadi memang sendirinya.
Sahabatku, yang jadi pembahasan kita kali ini bukan mengenai perdebatan antara teologi dengan ateisme, yang jadi pembahasan disini adalah bagaimana kita memahami keberadaan kita, terlebih sebagai seorang akademisi, aktivis, atau bahkan pragmatis. Entah diamana pun kita tetepi sejatinya kita tidak memahami bagaimana eksistensi kita sebagai manusia, right. Sebagai mahasiswa misalnya, kita selalu menuntut pelayanan kampus yang memuaskan hati kita, tetepi kita lupa eksistensi kita sebagai mahasiswa dikampus itu, apa yang sudah kita berikan untuk kampus, kira-kira seperti itu. Sahabatku mari sama-sama kita pandang siapa diri kita, dan mengapa kita perlu perduli pada sekitar kita?, jawabannya sederhana saja, agar kita mengetahui keberadaan kita.
Banyak hal yang telah kita lupakan, banyak hal sudah kita tinggalkan, banyak hal yang sudah kita salahkan, padahal kita tidak tahu sesungguhnya apa yang kita perjuangkan. Disini mari kita lihat sebagai contoh, memahami orang lain sangat mudah, mengkritiknya, menyalahkanya, sangat mudah bagi kita, tetapi memahami diri kita terkadang kita tidak bisa atau bahkan kita sering bertnya siapa diri kita?. orang-orang filsafat ada yang berkata kita ada ketika kita berpikir, hidup yang tidak direnungkan tidak pantas untuk dijalankan menurut socrates. Hidup yang seperti apa yang akan kita renungkan dan kita jalankan, kita akan tahu ketika kita bisa memposisikan diri kita pada lingkungan. Sahabatku kita berpikir sekali lagi, kita sebagai mahasiswa, eksistensi kita sebagai akademisi, mari tempatkan diri kita sebagai akademisi, bukan sebagai politisi bukan sebagai pragmatis.
Wallahualam

Komentar
Posting Komentar