Pah-la-wan orang yang menonjol karena keberaniaan dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mereka yang memiliki semangat juang untuk merebut integritas bangsa ini baik pra-kemerdekaan atau pasca- kemerdekaan yang kita kenal dengan pahlawan reformasi. 10 november 1945 ini lah titik puncak perlawanan masyarakat yang sadar akan penindasan dari kaum imperium yang haus akan kekuasaan dan kekayaan, serta kejayaan, berhasil membunuh jendral Mellaby di tanah Surabaya. Ini adalah salah satu bukti semangat pantang mundurnya pribumi ini dengan hanya bersenjatakan bambu runcing dan keyakinan kokoh pada Dzat yang memiliki kekuasaan diatas kekuasaan yang ada di dunia ini dengan tekad sabilillah yang kita punya. Ulama tidak memperhatikan pergumulan kekuasaan kursi eksekutif dengan kementeriannya, dan legislatif dengan BP KNIP serta kementerian keamanan rakyat sepeti yang diperagakan oleh pemimpin sosialis dan komunis yang pernah kerjasama dengan sekutu atau penjajah Belanda. Masalah pemerintahan atau eksekutif, para Ulama meyerahkan kepercayaan mutlak Dwi tunggal presiden soekarno dan wakil Mohammad Hatta.
Hal ini dilatar belakangi dari lingkungan pesantren yang dipimpinnya, para ulama hanya memiliki makna lawannya adalah imprealis barat, oleh karena itu, fokus perhatiannya dalam mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945 hanya dengan angkat senjata dalam organisasi kesenjataan, baik dalam Laskar Hizbullah, Sabillah bersama BKR, TKR, dan TNI, selama perang kemerdekaan 1364-1369 H/1945-1950 M, melawan tentara ingris dan NICA pada waktu itu.Hari ini musuh nyata bangsa kita tidak sama seperti waktu itu, para guru kita yang mempertaruhkan segalanya untuk mengibarkan merah putih seperti KH. Zainal Arifin seorang panglima Laskar Hizbullah seperti yang dikatakan kapten Yanagawa yang dalam dua bulan dapat melatih 50.000 dari 400.000 pasukan Hizbullah pada tanggal 1943 di bawah kordinasi panglima K. H. Zainul Arifin. Tidak sampai disitu, dengan adanya proklamasi 17 Agustus 1945, dibentuklah dibarisan sabilillah dibawah komandan K. H. Zainul Arifin. Kedunya merupakan barisan istimewa tentara keamanan Rakyat TKR. Itulah sebuah gambaran untuk kita betapa antusiasnya para Ulama dalam mempertahankan Negara ini. Namun, musuh kita saat ini adalah bagaimana bisa mengembalikan peradaban kebudayan bangsa ini dengan penjajahan kaum kapitalis barat dengan berkedok demokrasi yang menodongkan senjata kebudayaan yang liberal. Berangkat dari sini lah kita harusnya sadar sebagai generasi saat ini khususnya kaum santri tentu lebih memahami bagaimana landasan berpikir kita untuk menghadapi penjajahan kebudayaan melalui pradaban saat ini. Moral dan norma yang telah berlaku di negeri ini terasa sedikit mengikis, serta tingkat kepedulian kita kepada negara seolah memiliki penghalang.
Dari tulisan sederhana ini penulis mengajak terutama untuk diri kita sendiri lebih ditambahkan lagi semangat kita seperti para guru kita dahulu yang mempertaruhkan semuanya untuk negeri ini, jadilah pahlawan untuk diri kita sendiri, pertahankan, serta satukan derap langkah kita untuk menjadi seorang akademisi yang baik.
Wallahulam
selamat hari pahlawan 10 November 2017, salam literasi, Mahasiswa Institut Ilmu alQuran An Nur Yogyakarta
Sumber Referensi: Mansyur Ahmad Suryanegara, Api Sejarah 2 cet. IV, PT Grafindo Media Pratama, Bandung: 2012

Komentar
Posting Komentar