Oleh: Muhamad Jamaludin
Akar pemahaman ini bersumber pada paham aliran konvergesi/sintesis, yang menggap hakikat realitas transenden bersifat supra sekaligus introkosmos, personal dan impresonal, lahut dan nashut, makhluk dan Tuhan, sayang dan jahat, lenyap dan abadim tampak dan abstrak, dan sifat lainn yang dikotomik. Ibnu ar-Rabi menamakan sifat ini dengan insijam al-Azali (preestabilizad harmony). Aliran ini memandang bahwa manusia adalah al-Azali atau cerminan asma dan sifat-sifat realiatas mutlak itu. Bahkan seluruh alam (kosmos), termasuk manusia juga merupakan cerminan asma dan sifat-sifat-Nya yang beragam. Oleh sebab itu eksistensi kosmos yang dikatakan sebagai penciptaaan pada dasarnya adalah penyikapan asma dan sifat-sifat-Nya yang azali. Aliran ini memandang bahwa pada dasarnya sesuatu itu selalu berada dalam ambigu (serba ganda), baik secara subtasional maupun formal. Secara subtansial sesuatu mempunyai nilai-nilai batini, huwiyah, dan eternal (qudim) karena merupakan gambaran al-Haq. Dari sisi ini sesuatu dapat dimusnahkan kapan saja karena sifat makhluk adalah mengikuti adalam mengikuti sunahtullah atau natural law (hukum awal) yang berlaku.
Aliran ini berkeyakinan bahwa hakikat daya manusia merupakan kerja sama antara daya yang transendetal (Tuhan)-dalam bentuk kebijaksanaan- dana daya temporal (manusia) dalam bentuk teknis. Dampaknya, ketika daya manusia tidak berpartisi dalam proses peristiwa yang terjadi pada dirinya. Oleh karena itu, ia tidak memperoleh pahala atau pun siksaan dari Tuhan. Sebaliknya ketika terjadi sesuatu pada dirinya, sementara ia sendiri telah berusaha melakukanya, maka pada dasarnya kerja sama harmonis antara daya Tuhan dan manusia. Konsekuensinya, manusia akan mendapat siksaan atau pahala dari Tuhan sebanyak amal yang ia kerjakan. Aliran ini memiliki kemampuan membuat pendulum agar selalu berada tidak jauh kekana dan kekiri, tetapi tetap ditengah-tengah antara berbagai ekstremitas. Dilihat dari sisi ini, Tuhan adalah sekutu tetap, atau lebih luas lagi bahwa Tuhan sekutu makhluk-Nya atau sebaliknya. Karena, baik manusia atau makhluk merupakan suatu bagian yang terpisahkan sebagaimana keterpaduan atara dzat Tuhan dan asma serta sifat-sifatnya. Aliran ini di katagorikan sebagai alliran Asy’yariah yang melatar belakangi terbentuknya nilai-nilai Aswaja terlebih pada nilai Tawasuth (Moderat), sebagai tambahan nilai Tawasuth ini sebuah sikap tengah-tengah atau moderat yang tidak cenderung ke kanan atau kekiri. Dalam konteks berkebangsaan dan bernegara, pemikiran moderat ini sangat urgen menjadi semangat dalam mengakomodir beragam kepentingan dalam perselisihan, lalu berikhtihar mencari solusi yang paling ashalah (terbaik), hal ini disarkan pada ayat alQuran Surat al-Baqarah:143,
وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّةٗ وَسَطٗا لِّتَكُونُواْ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيۡكُمۡ شَهِيدٗاۗ وَمَا جَعَلۡنَا ٱلۡقِبۡلَةَ ٱلَّتِي كُنتَ عَلَيۡهَآ إِلَّا لِنَعۡلَمَ مَن يَتَّبِعُ ٱلرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيۡهِۚ وَإِن كَانَتۡ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُۗ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَٰنَكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِٱلنَّاسِ لَرَءُوفٞ رَّحِيمٞ ١٤٣
“dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu [QS. [2]:143].
Kesimpulannya, islam moderat ini berdasarkan faham dari aliran konvergesi/sintesis, yang tertanam juga pada salah satu nilai tawashut sebagai manhajul fiqr (landasar/ dasar berpikir) ahli sunah waljamah, dengan urgensi kemerdekaan kehendak manusia yang profan selau berdampingan dengan determinisme transendental Tuhan yang sakral dan menyatu dalam daya manusia.
Sumber referensi:
Nur sayyid santoso kristeva, M.A. Sejarah Teologi Islam dan Akar Pemikiran Ahlusunnah wal Jamaah, pustaka pelajar, Yogyakarta: 2012

Komentar
Posting Komentar